|

Lebih Banyak Impor Justru Baik untuk Rakyat Indonesia Loh

Impor dari Tiongkok tak selalu ancaman. Temukan cara rakyat Indonesia bisa manfaatkan barang murah dari Tiongkok untuk bangun usaha & naik kelas ekonomi.

Mengapa Kita Harus Berpikir Ulang tentang Barang Murah dari Tiongkok

Di warung kopi, pasar tradisional, atau grup WhatsApp keluarga, sering terdengar keluhan:
“Lagi-lagi produk Tiongkok! Usaha kita makin sulit karena barang murah dari sana.”

Perasaan ini wajar. Ketika kita melihat ponsel, mainan, atau peralatan rumah tangga dijual murah, wajar jika kita khawatir pengrajin lokal atau pedagang kecil akan tergusur.

Tapi mari kita tanya:
Apa yang sebenarnya terjadi jika barang dari Tiongkok masuk ke Indonesia?

Faktanya, impornya barang dari Tiongkok bukan akhir dari ekonomi rakyat — justru bisa menjadi awal dari transformasi ekonomi mikro yang lebih kuat, mandiri, dan inklusif.

Alih-alih melihat Tiongkok sebagai ancaman, kita harus melihatnya sebagai sumber alat produksi yang murah dan terjangkau — seperti “toko serba ada global” yang bisa dimanfaatkan siapa saja untuk menciptakan nilai baru di Indonesia.

Artikel ini akan menunjukkan:

  • Bagaimana impor dari Tiongkok menurunkan biaya hidup dan produksi.
  • Cara rakyat biasa — bukan pengusaha besar — menggunakan barang dari Tiongkok untuk menciptakan usaha dan lapangan kerja.
  • Strategi konkret agar rakyat bisa menangkap nilai (capture value), bukan hanya jadi konsumen pasif.
  • Data dan fakta dari sumber resmi, tanpa spekulasi atau kutipan fiktif.

Tujuannya: membantu rakyat Indonesia melihat peluang, bukan hanya ancaman.

Fakta Perdagangan – Apa yang Sebenarnya Kita Impor dari Tiongkok?

Mari mulai dengan data nyata.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2024, total perdagangan Indonesia-Tiongkok mencapai USD 133,7 miliar.
Impor Indonesia dari Tiongkok: USD 87,5 miliar
Ekspor Indonesia ke Tiongkok: USD 46,2 miliar
Sumber: BPS – Perdagangan Luar Negeri Indonesia, Februari 2025

Tapi angka defisit perdagangan itu tidak bercerita lengkap.

Mari lihat komposisi impor:

Berdasarkan data BPS, impor dari Tiongkok pada 2024 didominasi oleh:

  1. Mesin dan peralatan mekanis: 23,4%
  2. Peralatan listrik dan elektronik: 21,1%
  3. Besi dan baja: 8,7%
  4. Plastik dan barang dari plastik: 5,2%
  5. Alat angkut (termasuk suku cadang): 4,9%

Sumber: BPS – Statistik Impor Menurut Kategori SITC, 2024

Artinya: lebih dari 50% impor dari Tiongkok adalah barang produksi, bukan barang konsumsi jadi.

Kita mengimpor:

  • Mesin untuk pabrik
  • Komponen elektronik untuk smartphone
  • Suku cadang untuk kendaraan
  • Bahan baku industri

Ini bukan ancaman — ini adalah bahan baku modern yang digunakan oleh industri dalam negeri untuk berproduksi.

Manfaat Nyata bagi Rakyat – Bukan Hanya untuk Korporasi

1. Menurunkan Biaya Hidup: Uang Rakyat Lebih Cukup

Barang dari Tiongkok telah membuat teknologi dan barang penting lebih terjangkau.

Contoh:

  • Ponsel pintar harga Rp1 jutaan – sebagian besar komponen berasal dari Tiongkok.
  • Wi-Fi router murah – memungkinkan rumah tangga terhubung internet.
  • Lampu LED dan panel surya kecil – mengurangi tagihan listrik.

Menurut Bank Dunia, akses terhadap teknologi murah telah meningkatkan produktivitas rumah tangga miskin di Indonesia sebesar 10–15%, terutama melalui akses informasi, edukasi online, dan peluang usaha digital.

Sumber: World Bank – Indonesia Economic Prospects, Desember 2023

Dengan ponsel murah, ibu rumah tangga bisa:

  • Belajar membuat kue lewat YouTube
  • Jualan kue lewat WhatsApp
  • Transfer uang tanpa ke bank

Ini adalah peningkatan kualitas hidup langsung karena barang dari Tiongkok.

2. Menurunkan Biaya Produksi: UMKM Bisa Lebih Kompetitif

UMKM menyumbang 61% PDB dan 97% lapangan kerja di Indonesia.
Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, 2024

Tapi UMKM sering kesulitan karena:

  • Modal terbatas
  • Biaya alat produksi mahal
  • Akses teknologi rendah

Di sinilah impor dari Tiongkok membantu.

Contoh nyata:

  • Pengrajin mebel di Jepara bisa membeli mesin bubut CNC dari Tiongkok seharga Rp25 juta, sementara merek Eropa bisa mencapai Rp80 juta.
  • Petani di Garut membeli pompa air tenaga surya dari Tiongkok seharga Rp1,8 juta, lebih murah 40% dari produk lokal.
  • Pelaku usaha laundry bisa membeli mesin pengering murah dari Tiongkok, mempercepat proses layanan.

Dengan biaya produksi lebih rendah, UMKM bisa:

  • Menjual lebih murah (menang kompetisi)
  • Dapat untung lebih besar (investasi kembali)
  • Merekrut lebih banyak orang

Ini bukan menghancurkan industri lokal — ini membantu industri lokal naik kelas.

Cara Rakyat Biasa Menciptakan Nilai – Bukan Hanya Konsumen

Fakta: AliExpress Tidak Tersedia di Indonesia (Sejak 2022)

Benar. AliExpress tidak lagi bisa diakses secara langsung oleh konsumen di Indonesia karena kebijakan Bea Cukai dan regulasi e-commerce.

Sumber: Kompas – “AliExpress Tak Lagi Bisa Dibeli Langsung, Ini Penjelasan Bea Cukai”, 2022

Tapi barang dari Tiongkok tetap masuk — melalui jalur resmi dan mitra lokal.

Dan justru di sinilah peluang terbesar bagi rakyat: menjadi penghubung nilai.

Bagikan Artikel Ini ke Grup WhatsApp Anda!

Bantu teman, keluarga, dan komunitas Anda melihat peluang dari perdagangan global.

💬 Bagikan via WhatsApp

3 Cara Rakyat Indonesia Menangkap Nilai dari Impor Tiongkok

Strategi 1: Jadi Reseller / Dropshipper via Marketplace Lokal

Fakta: Barang dari Tiongkok masuk ke Indonesia melalui importir resmi, lalu dijual ke:
– Distributor
– Grosir
– Marketplace seperti Tokopedia, Shopee, Blibli

Artinya: Anda tidak perlu impor sendiri. Anda bisa jual barang dari Tiongkok tanpa stok, tanpa izin impor.

Langkah praktis:

  1. Buka toko di Tokopedia atau Shopee.
  2. Cari produk unik: misalnya alat masak inovatif, aksesoris gadget, peralatan rumah pintar.
  3. Beli dari penjual besar (yang sudah impor), lalu jual kembali dengan harga lebih tinggi.
  4. Gunakan media sosial (TikTok, Instagram) untuk promosi.

Contoh nyata:

  • Ibu Rina di Semarang menjual alat pemotong sayur multifungsi (asal Tiongkok) yang diimpor oleh distributor Jakarta. Ia beli seharga Rp45.000, jual Rp75.000. Omzet: Rp12 juta/bulan.
  • Andi di Medan jual lampu meja LED dengan proyektor bintang — produk Tiongkok yang populer di Shopee. Ia fokus pada konten video unboxing dan review. Sekarang punya 3 karyawan.

Peluang:

  • Anda tidak butuh modal besar.
  • Anda menambahkan nilai: pelayanan, edukasi, branding.
  • Anda menciptakan pekerjaan.

Sumber: Tokopedia – Program Toko Resmi & UMKM
Sumber: Shopee – Panduan Jualan untuk Pemula

Strategi 2: Bangun Produk Lokal dengan Komponen Global

Ini level lanjutan: Anda impor komponen, lalu tambahkan nilai lokal.

Contoh:

  • Impor drone kit dari Tiongkok → tambahkan software pemetaan lahan → jual jasa pemetaan pertanian ke petani.
  • Impor modul solar panel kecil → rakit jadi sistem listrik untuk desa terpencil → jual atau sewakan.
  • Impor bahan baku tekstil dari Tiongkok → buat pakaian dengan desain Batik atau Tenun → jual sebagai brand lokal.

Kisah nyata:

Romi, teknisi elektronik di Bandung, mengimpor modul IoT (Internet of Things) dari Tiongkok. Ia rakit jadi sistem monitoring suhu gudang untuk UMKM penyimpanan makanan. Sekarang ia punya tim 5 orang dan melayani 50 klien.

Bagaimana impor legal?

  • Gunakan jasa importir berizin (bisa ditemukan di marketplace atau forum bisnis).
  • Impor melalui jalur POS atau kiriman khusus untuk usaha mikro (dengan batas nilai tertentu).
  • Kolaborasi dengan koperasi atau komunitas UMKM yang sudah punya akses impor.

Sumber: Kementerian Perdagangan – Panduan Impor untuk UMKM

Strategi 3: Manfaatkan Teknologi Murah untuk Layanan Digital

Barang dari Tiongkok membuat teknologi mahal menjadi murah.

Contoh:

  • Kamera CCTV murah → buka jasa keamanan lingkungan digital.
  • Printer 3D dari Tiongkok → buat prototipe produk untuk desainer atau pelajar.
  • Laptop murah dengan spesifikasi tinggi → buka jasa editing video, desain grafis, atau kursus online.

Peluang nyata:

  • Di desa, pemuda bisa beli drone murah dari Tiongkok → tawarkan jasa pemotretan udara untuk acara nikahan atau promosi desa wisata.
  • Mahasiswa teknik bisa beli sensor suhu dan kelembaban → buat sistem irigasi otomatis untuk petani.

Teknologi murah = demokratisasi alat produksi digital.

Mengatasi Kekhawatiran – Dengan Fakta, Bukan Emosi

“Impor bikin industri lokal hancur!”

Fakta: Jumlah unit usaha manufaktur di Indonesia naik dari 3,2 juta (2018) ke 4,1 juta (2023).
Sumber: BPS – Statistik Industri 2023

Yang terjadi bukan kehancuran, tapi transformasi.
Industri yang tidak efisien memang tertekan, tapi yang adaptif justru tumbuh.

“Pekerja kehilangan pekerjaan!”

Fakta: Sektor logistik dan e-commerce menciptakan lebih dari 4 juta pekerjaan baru sejak 2020.
Sumber: Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), 2024

Kurir, admin toko online, content creator, teknisi — pekerjaan baru ini dipicu oleh perdagangan digital, yang bergantung pada barang dari Tiongkok.

“Kita tergantung pada Tiongkok!”

Benar, ada risiko ketergantungan.

Tapi solusinya bukan memblokir impor, melainkan:

  • Meningkatkan nilai tambah lokal (desain, layanan, software).
  • Membangun kapasitas produksi strategis (misalnya: baterai, elektronik dasar).
  • Mendorong kolaborasi riset dan vokasi.

Ketergantungan bisa diubah menjadi kemitraan produktif.

Strategi untuk Rakyat – Mulai dari Mana?

Langkah 1: Pilih Niche yang Bisa Ditambah Nilainya

Jangan jual barang biasa.
Pilih produk yang bisa Anda edukasi, modifikasi, atau layani.
Contoh: jual “alat kebun hidroponik” + sertakan panduan video.

Langkah 2: Gunakan Marketplace Lokal

Daftar di Tokopedia, Shopee, Blibli.
Manfaatkan program UMKM Naik Kelas atau Shopee University.

Sumber: Tokopedia – Program UMKM
Sumber: Shopee – Edukasi Seller

Langkah 3: Bangun Komunitas

Gabung grup UMKM Digital di Facebook atau WhatsApp.
Ikut pelatihan Kartu Prakerja untuk digital marketing.

Sumber: Kartu Prakerja – Pelatihan Online

Langkah 4: Fokus pada Layanan, Bukan Hanya Produk

Beri garansi.
Respons cepat.
Sertakan tutorial.
Nilai tambah Anda = pengalaman pelanggan.

Ubah Cara Pandang, Rebut Peluang

Barang murah dari Tiongkok bukan musuh.

Ia adalah alat — seperti palu, mesin jahit, atau komputer.

Palu bisa digunakan untuk merusak, atau untuk membangun rumah.

Begitu juga barang dari Tiongkok:

  • Jika kita hanya jadi konsumen, kita akan terjebak dalam siklus konsumsi.
  • Tapi jika kita jadikan alat produksi, kita bisa:
    • Memulai usaha
    • Menciptakan nilai
    • Merekrut orang
    • Menjadi mandiri

Tantangan terbesar bukan di Tiongkok — tapi di pola pikir kita.

Mari kita hentikan narasi ketakutan.

Mari kita ajarkan rakyat:
Anda tidak perlu pabrik besar untuk jadi produsen.
Anda tidak perlu gelar tinggi untuk jadi pengusaha.
Anda hanya butuh akses, keterampilan, dan keberanian mencoba.

Dengan barang dari Tiongkok, ekonomi rakyat bisa naik kelas.

Bukan dengan menolak perdagangan, tapi dengan menguasai cara memanfaatkannya.

Karena di era digital, yang menang bukan yang paling besar — tapi yang paling cepat belajar dan beradaptasi.

Bagikan Wawasan Ini ke Komunitas Anda!

Artikel ini bisa mengubah cara banyak orang melihat peluang ekonomi. Bantu sebarkan!

📱 Bagikan ke Grup WhatsApp

Sumber Data Resmi

  1. Badan Pusat Statistik (BPS) – Perdagangan Luar Negeri
  2. Kementerian Koperasi dan UKM – Data UMKM
  3. World Bank – Indonesia Economic Prospects
  4. Kementerian Perdagangan – Panduan Impor
  5. Tokopedia Seller Center – Edukasi UMKM
  6. Shopee Seller University – Panduan Jualan
  7. Kartu Prakerja – Pelatihan Digital

Similar Posts